Lumbung padi adalah sebuah lumbung yang digunakan untuk menyimpan dan
mengeringkan padi yang telah dipanen. Tetapi biasanya padi yang
disimpan di lumbung adalah padi yang sudah kering. Lumbung ini khusus
didesain berdasarkan fungsinya sebagai penyimpan padi dan bervariasi
berdasarkan berdasarkan wilayah tertentu.
Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki beragam bentuk lumbung
padi sesuai dengan budaya di wilayah masing-masing. Lumbung padi di
Indonesia umumnya berbentuk rumah panggung yang berukuran mini. Biasanya
lumbung padi letaknya terpisah dengan rumah warga kampung namun
posisinya tetap dekat dengan rumah pemilik lumbung. Di NTB sendiri pun,
setidaknya ada tiga suku asli yang masing-masing memiliki kekhasan
bentuk lumbung padi. Apa saja ciri khasnya? Mari kita simak ulasan
berikut.
1. Lumbung padi suku samawa
Lumbung padi suku samawa merefleksikan rumah panggung suku samawa.
Hanya saja ukuran lumbung padi lebih kecil dan tanpa jendela. Keempat
tiang penyanggahnya rata-rata setinggi 2 meter. Lumbung padi tersebut
sengaja dibuat tinggi dengan maksud menyulitkan pencuri naik ke atas
lumbung. Selain itu, tingginya lumbung juga dapat mencegah padi terkena
banjir. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu dan diperkuat dengan
bilah-bilah papan. Sedangkan pada bagian atap terbuat dari bilah-bilah
bambu yang dalam bahasa sumbawa disebut Santek. Santek disusun
rapi saling tindih seperti layaknya genteng. Atapnya sengaja tidak
digunakan ilalang karena ceritanya zaman dulu anak-anak sering usil
bermain api dan dikhawatirkan percikan api terkena atap lumbung sehingga
menyebabkan kebakaran. Maka hingga saat inilah suku samawa sangat
menghindari penggunaan ilalang sebagai atap terutama pada lumbung padi.
Sekilas lumbung padi yang disebut dengan alang’ oleh suku
samawa terlihat seperti tidak berpintu. Tetapi, sebenarnya pintu lumbung
letaknya di sisi atas lumbung atau tepat berada di bawah atap. Jadi,
jika memasuki lumbung kita harus menyelinap ke celah diantara atap dan
plafon, baru kemudian kita dapat masuk ke lumbung.
2. Lumbung padi Suku Mbojo
Lain lagi dengan lumbung padi dari suku bima atau mbojo. Jompa
begitu orang Bima mengistilahkan lumbung padi, berbentuk prisma
segitiga dengan tetap dilengkapi empat tiang penyanggah setinggi ±2 m.
Pintu jompa berukuran kira-kira 50cm x 100cm terletak pada
salah satu sisi segitiganya. Ketika melihat lumbung padi dari Suku
Mbojo, orang yang tidak tahu lumbung padi mungkin berfikir benda
tersebut sekedar berugak dengan atap ilalang. Padahal jika kita melihat
lebih dekat lagi, kita akan menemukan ruang yang cukup luas di bagian
bawah atap yang dapat digunakan sebagai media penyimpanan padi dan hasil
pertanian lainnya.
Walaupun secara keseluruhan terkesan kaku, jompa tetap
terlihat indah dengan gaya atap yang sederhana. Apalagi ditambah dengan
ilalang yang tersusun rapi diseluruh bagian atap, kedua sisi dinding,
dan pintunya membuat setiap mata memandang akan berfikir bahwa itu bukan
lumbung padi tetapi seperti tempat peristirahatan yang sangat nyaman.
3. Lumbung padi suku sasak
Lumbung padi dari suku sasak memiliki tampilan yang sangat berbeda
dari lumbung padi suku lainnya di NTB. Lumbung padi yang dalam bahasa
sasaknya disebut alang atau panték itu terlihat lebih ”glamor” dengan aksen meliuk-liuk pada bagian atapnya. Ilalang atau dalam bahasa sasak disebut ree tetap digunakan pada bagian atapnya. Sama dengan konsep jompa dari Bima, ree
digunakan pada seluruh bagian atap dan kedua sisi dindingnya, termasuk
pintu. Konsep atap pantek tak hanya digunakan pada lumbung padinya saja,
tetapi juga digunakan warga suku sasak pada atap gerbang, rumah adat
atau bahkan cottage/hotel di pulau lombok pun sengaja
mengaplikasikan konsep atap pantek yang meliuk-liuk seperti gunungan
untuk menarik wisatawan berkunjung.
Selain bentuk, tiang panték juga sedikit berbeda dari alang’ dari sumbawa atau jompa
dari Bima. Tiang pantek berukuran lebih pendek yaitu sekitar 1,5m.
rupanya, ketinggian ini diadopsi warga suku sasak dari rumah adatnya
sendiri yang memang memiliki tinggi ujung atapnya sekitar 1,5m atau
setinggi kening orang dewasa saat berdiri. Maksudnya, siapapun yang
datang bertamu harus merunduk saat memasuki rumah. Sikap tunduk ini
diartikan saling menghormati dan menghargai antara tamu dengan tuan
rumah.
Secara umum, lumbung padi yang ada di NTB tak hanya difungsi sebagai sebagai lumbung semata. Baik Alang’, jompa, maupun pantek
oleh masyarakat NTB selau difungsikan juga sebagai berugak yaitu tempat
beristirahat, bercengkerama, berdiskusi, dan membicarakan
persoalan-persoalan kampung. Selain itu, bahkan sering pula masyarakat
NTB memanfaatkan lumbung padi mereka sebagai tempat melaksanakan jamuan
makan bersama