Search This Blog

Friday, October 24, 2014

Ragam Bentuk Lumbung Padi di NTB

Lumbung padi adalah sebuah lumbung yang digunakan untuk menyimpan dan mengeringkan padi yang telah dipanen. Tetapi biasanya padi yang disimpan di lumbung adalah padi yang sudah kering. Lumbung ini khusus didesain berdasarkan fungsinya sebagai penyimpan padi dan bervariasi berdasarkan berdasarkan wilayah tertentu.
Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki beragam bentuk lumbung padi sesuai dengan budaya di wilayah masing-masing. Lumbung padi di Indonesia umumnya berbentuk rumah panggung yang berukuran mini. Biasanya lumbung padi letaknya terpisah dengan rumah warga kampung namun posisinya tetap dekat dengan rumah pemilik lumbung. Di NTB sendiri pun, setidaknya ada tiga suku asli yang masing-masing memiliki kekhasan bentuk lumbung padi. Apa saja ciri khasnya? Mari kita simak ulasan berikut.
1. Lumbung padi suku samawa

Lumbung padi suku samawa merefleksikan rumah panggung suku samawa. Hanya saja ukuran lumbung padi lebih kecil dan tanpa jendela. Keempat tiang penyanggahnya rata-rata setinggi 2 meter. Lumbung padi tersebut sengaja dibuat tinggi dengan maksud menyulitkan pencuri naik ke atas lumbung. Selain itu, tingginya lumbung juga dapat mencegah padi terkena banjir. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu dan diperkuat dengan bilah-bilah papan. Sedangkan pada bagian atap terbuat dari bilah-bilah bambu yang dalam bahasa sumbawa disebut Santek. Santek disusun rapi saling tindih seperti layaknya genteng. Atapnya sengaja tidak digunakan ilalang karena ceritanya zaman dulu anak-anak sering usil bermain api dan dikhawatirkan percikan api terkena atap lumbung sehingga menyebabkan kebakaran. Maka hingga saat inilah suku samawa sangat menghindari penggunaan ilalang sebagai atap terutama pada lumbung padi.
Sekilas lumbung padi yang disebut dengan alang’ oleh suku samawa terlihat seperti tidak berpintu. Tetapi, sebenarnya pintu lumbung letaknya di sisi atas lumbung atau tepat berada di bawah atap. Jadi, jika memasuki lumbung kita harus menyelinap ke celah diantara atap dan plafon, baru kemudian kita dapat masuk ke lumbung.
2. Lumbung padi Suku Mbojo

Lain lagi dengan lumbung padi dari suku bima atau mbojo. Jompa begitu orang Bima mengistilahkan lumbung padi, berbentuk prisma segitiga dengan tetap dilengkapi empat tiang penyanggah setinggi ±2 m. Pintu jompa berukuran kira-kira 50cm x 100cm terletak pada salah satu sisi segitiganya. Ketika melihat lumbung padi dari Suku Mbojo, orang yang tidak tahu lumbung padi mungkin berfikir benda tersebut sekedar berugak dengan atap ilalang. Padahal jika kita melihat lebih dekat lagi, kita akan menemukan ruang yang cukup luas di bagian bawah atap yang dapat digunakan sebagai media penyimpanan padi dan hasil pertanian lainnya.
Walaupun secara keseluruhan terkesan kaku, jompa tetap terlihat indah dengan gaya atap yang sederhana. Apalagi ditambah dengan ilalang yang tersusun rapi diseluruh bagian atap, kedua sisi dinding, dan pintunya membuat setiap mata memandang akan berfikir bahwa itu bukan lumbung padi tetapi seperti tempat peristirahatan yang sangat nyaman.
3. Lumbung padi suku sasak

Lumbung padi dari suku sasak memiliki tampilan yang sangat berbeda dari lumbung padi suku lainnya di NTB. Lumbung padi yang dalam bahasa sasaknya disebut alang atau panték itu terlihat lebih ”glamor” dengan aksen meliuk-liuk pada bagian atapnya. Ilalang atau dalam bahasa sasak disebut ree tetap digunakan pada bagian atapnya. Sama dengan konsep jompa dari Bima, ree digunakan pada seluruh bagian atap dan kedua sisi dindingnya, termasuk pintu. Konsep atap pantek tak hanya digunakan pada lumbung padinya saja, tetapi juga digunakan warga suku sasak pada atap gerbang, rumah adat atau bahkan cottage/hotel di pulau lombok pun sengaja mengaplikasikan konsep atap pantek yang meliuk-liuk seperti gunungan untuk menarik wisatawan berkunjung.

Selain bentuk, tiang panték juga sedikit berbeda dari alang’ dari sumbawa atau jompa dari Bima. Tiang pantek berukuran lebih pendek yaitu sekitar 1,5m. rupanya, ketinggian ini diadopsi warga suku sasak dari rumah adatnya sendiri yang memang memiliki tinggi ujung atapnya sekitar 1,5m atau setinggi kening orang dewasa saat berdiri. Maksudnya, siapapun yang datang bertamu harus merunduk saat memasuki rumah. Sikap tunduk ini diartikan saling menghormati dan menghargai antara tamu dengan tuan rumah.
Secara umum, lumbung padi yang ada di NTB tak hanya difungsi sebagai sebagai lumbung semata. Baik Alang’, jompa, maupun pantek oleh masyarakat NTB selau difungsikan juga sebagai berugak yaitu tempat beristirahat, bercengkerama, berdiskusi, dan membicarakan persoalan-persoalan kampung. Selain itu, bahkan sering pula masyarakat NTB memanfaatkan lumbung padi mereka sebagai tempat melaksanakan jamuan makan bersama

No comments:

Post a Comment