Hidup adalah pilihan,
dalam pilihan ada perjuangan, untuk mempertahankan hasil dari perjuangan dibutuhkan
keuletan dan keterampilan. Mungkin
itulah kira-kira sekelumit pengertian tentang hidup yang yang terekam dalam
otak Ape Umbe yang memiliki prinsip hidup adalah perjuangan. “Ape Umbe”, itulah nama panggilannya yang
memiliki nama lengkap Umar. Beliau
lahir di Desa Tapir Kecamatan Seteluk, KSB tepatnya
58 tahun yang lalu. Kakek yang berusia setengah abad lebih ini menghabiskan
waktunya setiap hari dengan membuat pegangan parang atau pisau, sarung parang
atau pisau, pegangan cangkul, dan lain-lain. Pekerjaan ini sudah dilakukan dari
masa mudanya dulu. Beliau menggeluti
pekerjaan ini pada awalnya berprofesi menjadi tukang kayu. Seiring dengan
berjalannya waktu yang memakan usianya yang semakin renta beliau memilih
berhenti untuk menjadi tukang kayu karena sudah tidak kuat lagi. Tapi memang
yang namanya bakat bawaan dari lahir tidak bisa dipendam, ditambah lagi dengan semangatnya dalam
menjalani hidup yang begitu tinggi, akhirnya dengan sisa tenaga beliau
berinisiatif untuk menekuni pekerjaan baru yang tidak jauh juga dari pekerjaan
beliau pada masa mudanya.
Pekerjaan baru yang
ditekuni Ape Umbe merupakan
lahan empuk bagi beliau. Selain membantu diri sendiri, juga sangat menguntungkan masyarakat Desa Tapir karena rata-rata mata pencaharian
masyarakat Desa Tapir sebagai
petani, otomatis membutuhkan alat-alat tersebut seperti pegangan parang atau
pisau, sarung parang atau pisau, pegangan cangkul, dan sejenisnya. Selain
harganya terjangkau hasil karya Ape Umbe juga sangat bagus, baik dari segi ukirannya maupun dari
segi bahan yang digunakan.
Mengenai harga sangat
beragam, tergantung dari bahan apa yang digunakan. Dalam pembuatan pegangan
parang dan pegangan pisau Ape Umbe menggunakan dua jenis bahan yaitu dari kayu
dan dari tanduk kerbau atau sapi. Bahan yang terbuat dari tanduk kerbau atau
tanduk sapi harganya lebih mahal karena selain bahannya langka dan susah
didapat, juga bahannya lebih keras dari kayu sehingga cara mengukirnya pun
cukup rumit. Harganya
paling rendah Rp. 50.000, tergantung besar ukurannya. Sedangkan yang bahannya daru kayu dipatok
dengan harga standar yang berkisar antara Rp. 30.000 sampai dengan Rp. 50.000.
sepaket dengan sarung parang. Untuk pembuatan pegangan cangkul yang sekaligus
dipasangkan beliau mematok harga Rp. 100.000. tetapi kalau bahannya ditanggung
oleh pembeli cukup membayar Rp. 50.000. Tidak jarang juga dalam pekerjaan ini
beliau tidak mengambil bayarannya kalau yang memesan itu orang sekampung yang
kurang mampu. Dengan bahasa daerah
beliau yang sangat bersahaja “ No monto repot-repot e, beang mo dadi modal ku
mudi pang akherat” (jangan terlalu repot untuk dibayar, biarlah menjadi pahala untuk bekal
saya di akhirat nanti) ungkapnya.
Kakek yang satu ini memang
sungguh luar biasa. Pandangannya tentang hidup sangat patut untuk kita tiru. Walaupun umurnya sudah tua, beliau
masih punya semangat untuk berkarya. “Selama kita masih diberikan umur oleh
Allah SWT, kita harus
memanfaatkan sisa umur kita untuk hal yang bermanfaat terutama bagi orang lain”
itulah kalimat yang selalu terlontar dari mulutnya yang dihiasi dengan senyum
khasnya. (Delfikha)
No comments:
Post a Comment