Search This Blog

Wednesday, August 28, 2013

SUDAHKAH TINDAKAN MAAF-MEMAAFKAN TERDAPAT PADA ACARA HALAL BI HALAL?


Tiga minggu sudah Hari Raya Idul Fitri 1434H berlalu. Meski begitu suasana kemenangan itu masih terasa sampai sekarang ini. Masyarakat Indonesia pun masih berhalal bi halal satu sama lain untuk membersihkan diri dari segala dosa terhadap sesama dan kepada Allah SWT. Sebagai kelanjutan dari Hari Raya Idul Fitri tersebut, masyarakat Indonesia biasanya mengadakan acara berkumpul bersama di suatu tempat untuk saling bersilaturrahmi dan maaf-memaafkan, biasa disebut acara halal bi halal. Tetapi benarkah dalam acara halal bi halal itu terdapat esensi maaf-memaafkan yang sebenarnya? Mari terlebih dahulu kita pahami pengertian dari halal bi halal.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberikan arti halal bi halal sebagai hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Merupakan suatu kebiasaan khas masyarakat Indonesia untuk mengadakan acara halal bi halal di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang. Berhalal bi halal artinya bermaaf-maafan pada lebaran dengan segenap sanak keluarga dan handai tolan.
Agus Pahrudin dalam tulisannya di lampost.com, menjelaskan secara rinci tentang halal bi halal. Agus menerangkan bahwa tindakan maaf memaafkan yang dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu memaafkan kesalahan, menghabiskan kesalahan, dan mengampuni kesalahan yang ketiga-tiganya dapat disimpulkan sebagai mengikhlaskan satu sama lain. Saling mengikhlaskan atau saling memaafkan disini juga mesti memperlihatkan muka yang jernih, bersalaman dan memulai persahabatan dengan lembaran (suasana) baru, tidak mengingat-ingat kembali kesalahan yang dilakukan terhadap kita, dan membalas kesalahan dengan kebajikan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa halal bi halal berarti saling memaafkan atau saling mengikhlaskan kesalahan satu sama lain. Sebagai ungkapan dari kata maaf, saling bersalaman pun mestinya dilakukan dengan orang yang kita mintai maaf. Kata halal yang merupakan antonim dari haram, seperti yang kita ketahui artinya adalah “diperbolehkan”. Sebagai contoh makanan yang halal adalah makanan yang diperbolehkan untuk dimakan karena tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan menurut ajaran islam. Demikian pula jika kata halal diinterpretasikan ke tindakan maaf-memaafkan pada suasana Idul Fitri, maka yang semula dua orang yang tidak bertegur sapa (sesuatu yang tidak diperbolehkan alias haram menurut islam) sehingga di Hari Idul Fitri dua orang tersebut harus menghalalkan kembali apa yang semula diharamkan dengan cara kembali bertegur sapa dan memulai persahabatan yang baik.
Halal bi halal yang sudah dijelaskan di atas jika dihubungkan dengan acara halal bi halal yang terdapat di Indonesia, nampaknya masih jauh dari pengertian yang seharusnya. Menurut KBBI ternyata acara halal bi halal merupakan tradisi khas bangsa Indonesia. Dengan kata lain acara halal bi halal hanya terdapat di Indonesia dan negara-negara serumpun. Acara halal bi halal di Indonesia yang sering kita jumpai, di daerah Sumbawa misalnya, memang umum dilakukan dengan berkumpul di suatu tempat. Di sanalah orang-orang yang berkumpul diberi ceramah singkat yang ada kaitannya dengan halal bi halal, ramadhan, ataupun Idul Fitri. Di sana terdapat pula kegiatan pementasan berbagai kesenian dari kerabat-kerabat. Di samping itu, panitia acara juga membagikan hadiah kepada para pemenang berbagai lomba yang sudah dilaksanakan pada hari sebelum acara halal bi halal. Lalu, dimanakah esensi maaf-memaafkan yang seharusnya ditemukan di tradisi acara halal bi halal? Hanya orang-orang tertentu yang mengucapkan kata-kata maaf seperti ketua panitia yang meminta maaf kepada tamu undangan dalam sambutannya di acara itu, atau orang-orang penting yang berkesempatan tampil di depan memberikan sambutan. Begitu acara selesai, biasanya para tamu undangan langsung membubarkan diri tanpa harus bermaaf-maafan di antara mereka. Apakah seperti itu halal bi halal yang benar? Sudahkah para tamu undangan saling mengiklaskan? Ini jelas merupakan suatu kekeliruan dalam mengartikan kata halal.
Jika diperhatikan dengan seksama, tradisi halal bi halal yang ada di Sumbawa sebetulnya lebih mengedepankan nilai seni dan kreatifitas di depan panggung. Selebihnya perkataan maaf dari panitia dan orang-orang yang berkesempatan tampil di depan panggung hanyalah pengantar ke sesi berikutnya yang selalu dinantikan para tamu undangan, sesi hiburan. Begitu sesi hiburan berakhir, maka berakhir pula acara halal bi halal itu dengan do’a di penghujung acara. Sekali lagi, ini tradisi yang perlu diubah menjadi tradisi yang benar-benar mencerminkan kata halal bi halal. Bukan berarti acara halal bi halal yang dilaksanakan selama ini salah. Tetapi perlu diperbaiki lagi sehingga tradisi acara halal bi halal dapat memberikan kesempatan kepada orang-orang yang ada di dalamnya untuk saling bersalam-salaman dan memaafkan dengan hati yang ikhlas. Dengan demikian, makna kata halal bi halal yang sesungguhnya dapat terlihat dalam acara itu.
Meski belum mencerminkan makna kata halal bi halal dalam tradisi acara halal bi halal yang ada, terdapa hal yang positif yang dapat dikembangkan. Seperti kreatifitas remaja-remaja panitia dalam memberikan hiburan kepada orang-orang yang datang pada acara itu. Untuk kepentingan kesenian, semoga saja dengan adanya tradisi acara halal bi halal ini dapat memberikan kesempatan kepada anak-anak muda dalam mengasah kreatifitasnya di bidang kesenian seperti kesenian daerah, kasidah, dan drama. (HW_ Hendra Winata)


Sumber:
1.    Pahrudin, A. 2013. Renungan Idul Fitri 1434 H: Makna Halal Bihalal. Tersedia pada http://lampost.co/berita/renungan-idul-fitri-1434-h-makna-halal-bihalal. Diakses pada tanggal 26 Agustus 2013 pukul 13.00 WITA.
2.    Setiawan, E. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online/daring. Tersedia pada http://kbbi.web.id/halalbihalal. Diakses pada tanggal 26 Agustus 2013 pukul 11.30 WITA.

No comments:

Post a Comment