Jari
jemarinya nan lentik dari tangan yang
tinggal tulang berbalut kulit dengan sisa-sisa daging yang sudah tidak sepadat
daging tangan seorang bina raga, dengan gesit dan cekatan dari memotong,
membelah, sampai dengan menganyam sebatang bambu, bisa disulap menjadi barang
jadi dalam bentuk bakul dan tampi. Itulah salah satu bentuk perjuangan hidup yang ditekuni oleh salah
seorang nenek yang bernama asli. Pekerjaan ini telah ditekuninya selama
berpuluh tahun. Meskipun di usianya yang sudah memasuki 85 tahun beliau masih
tetap semangat menekuni pekerjaannya. Berbekal dari pengetahuan yang didapat secara
otodidak ,beliau menekuni pekerjaan ini dengan tujuan untuk bertahan hidup.
Meskipun
usianya sudah rentah, nenek yang akrab disapa Papen Bote ini masih menekuni
pekerjaannya dengan tanpa beban, semua proses dalam mengelolah bambu sampai menjadi tampi ataupun
bakul dikerjakan sendiri. bambu tersebut
didapatkan dari membeli, bambu tersebut dibeli dengan harga lima ribu rupiah
per batang. Dari sebatang bambu dengan jari-jemarinya yang lemah tapi terampil
dapat disulap menjadi empat sampai lima tampi atau bakul. Harga jualnya pun
tidak mahal, satu produknya hanya dihargai lima belas sampai dua puluh ribu
rupiah.
Produk
dari usaha Papen Bote ini sangat laris, selain harganya yang mudah dijangkau
produk ini juga sangat dibutuhkan oleh
masyarakat Desa Tapir pada saat ini karena musim panen telah tiba. Sebenarnya
banyak juga produk tampi atau bakul yang dijajakan keliling oleh penjual dari
desa lain, tapi masyarakat lebih memilih karya Papen Bote selain karena sudah
menjadi pelanggan tetap, Cara membayarnya pun gampang bisa dengan menggunakan
gabah atau pun beras. “Gampang kan? Yang penting laku mau pakai apapun jadi”
seloroh Papen Bote. Semangat dan perjuangan hidup dari seorang Papen Bote
sangat patut untuk kita tiru, walaupun di usianya yang sudah uzur tapi
masyarakat Desa Tapir sangat membutuhkan kreasinya. (Suhada)
No comments:
Post a Comment