Search This Blog

Tuesday, November 19, 2013

BERPERANG MELAWAN MONYET



Km Mesraseteluk - ”Memang sungguh luar biasa”, keluh seorang ibu yang bernama Rohimi, sambil geleng-geleng kepala, monyet-monyet zaman sekarang sangat pintar dan hebat. Ungkapan tersebut dikeluhkan karena beliau sudah sangat resah dan capek Hal ini rela dilakukan mengingat  luas kebun yang dimiliki sangat luas dengan jumlah pohon mangga berkisar seratus lebih pohon. Karena pohon-pohon mangga selalu dirawat, tak heran jika buahnya sangat lebat. Sehingga beliau merasa sayang jika buah mangga tidak dijaga smpai musim panen.
memburu monyet yang datang memakan buah mangganya. Ini merupakan salah satu resiko dari pekerjaannya sebagai seorang petani. Pekerjaan menjaga kebun mangganya dari serbuan monyet-monyet hutan dilakukan setiap tahun pada waktu musim mangga berbuah. Dalam janggka waktu empat bulan beliau rela jalan kaki pulang pergi setiap hari dengan jarak tempuh sekitar tiga kilometer dari perkampungan.
                Itulah yang membuat beliau rela meninggalkan kampung untuk pergi berperang melawan monyet-monyet hutan. Berbagai usaha telah beliau lakukan untuk mengusir monyet dari kebunnya, tapi masih belum mempan. Dari beliau memagar kebun rapat-rapat dan tinggi, meletakkan racun tikus dalam makanan sampai di atas pagar, kemudian memlihara anjing di kebun supaya monyet-monyet itu takut tetapi tetap tidak membuahkan hasil. Monyet-monyet tidak peduli dengan itu semua. Sampai suatu hari beliau dibelikan senapan angin oleh suaminya dengan maksud untuk menakuti monyet-monyet itu, sehari dua hari dengan mendengar letusan suara senapan angin tersebut monyet pun merasa takut. “Tetapi karena memang dasarnya binatang yang tak berakal  hari berikutnya datang lagi” ungkap Ibu Rohimi. Dan sampai saat ini ibu rohimi masih menggunakan senapan angin untuk menakuti monyet-monyet di kebunnya, walaupun sekali tembak monyet lari dan selang beberapa menit mereka kembali lagi.
                “Sebenarnya saya sudah sangat capek dengan semua ini tapi saya sangat menyayangkan dengan melihat buah mangga yang sangat lebat, akhirnya saya berpikir harus bisa menjaga buah mangga dari serbuan monyet sampai pada waktu panennya nanti” katanya. Penghasilan yang didapatkan dari menjual buah mangga ini memang tidak terlalu banyak. Jika mangga berbuah pada musim kemarau kadang beliau bisa menjualnya sampai harga Rp 1.200.000-an, sedangkan kalau musim hujan seperti sekarang ini jumlah penjualannya menurun, sekitar Rp. 400.000. atau sampai Rp.500.000. hal ini disebabkan karena pada musim hujan buah mangga terserang ulat sehingga pembelinya hanya mengambil yang bagus-bagus saja. Sistem penjualannya langsung dijual kepada pemborong yang memetik langsung ke kebun. Caranya pun tidak dijual perkilo atau pun per biji tetapi per jumlah pohon mangga.
                Dengan sistem penjualan seperti itu sebenarnya beliau masih memperhitungkan ruginya,karena jika dijual di dalam kampung akan lebih banyak hasilnya. Karena penjualan di kampung masih dihitung perbiji. tetapi beliau lagi berkata “Daripada saya capek-capek bawa pulang lebih baik saya terima uang bersih di kebun walaupun sedikit merugi “ ungkapnya dengan senyum khasnya. ( Delfikha )

No comments:

Post a Comment