Km Mesraseteluk - ”Memang sungguh luar biasa”, keluh seorang ibu yang bernama Rohimi,
sambil geleng-geleng kepala, monyet-monyet zaman sekarang sangat pintar dan
hebat. Ungkapan tersebut dikeluhkan karena beliau sudah sangat resah dan capek Hal ini rela dilakukan mengingat luas kebun yang dimiliki sangat luas dengan
jumlah pohon mangga berkisar seratus lebih pohon. Karena pohon-pohon mangga
selalu dirawat, tak heran jika buahnya sangat lebat. Sehingga beliau merasa
sayang jika buah mangga tidak dijaga smpai musim panen.
memburu monyet yang datang memakan buah mangganya. Ini merupakan salah satu resiko dari pekerjaannya sebagai seorang petani. Pekerjaan menjaga kebun mangganya dari serbuan monyet-monyet hutan dilakukan setiap tahun pada waktu musim mangga berbuah. Dalam janggka waktu empat bulan beliau rela jalan kaki pulang pergi setiap hari dengan jarak tempuh sekitar tiga kilometer dari perkampungan.
memburu monyet yang datang memakan buah mangganya. Ini merupakan salah satu resiko dari pekerjaannya sebagai seorang petani. Pekerjaan menjaga kebun mangganya dari serbuan monyet-monyet hutan dilakukan setiap tahun pada waktu musim mangga berbuah. Dalam janggka waktu empat bulan beliau rela jalan kaki pulang pergi setiap hari dengan jarak tempuh sekitar tiga kilometer dari perkampungan.
Itulah
yang membuat beliau rela meninggalkan kampung untuk pergi berperang melawan
monyet-monyet hutan. Berbagai usaha telah beliau lakukan untuk mengusir monyet
dari kebunnya, tapi masih belum mempan. Dari beliau memagar kebun rapat-rapat
dan tinggi, meletakkan racun tikus dalam makanan sampai di atas pagar, kemudian
memlihara anjing di kebun supaya monyet-monyet itu takut tetapi tetap tidak
membuahkan hasil. Monyet-monyet tidak peduli dengan itu semua. Sampai suatu
hari beliau dibelikan senapan angin oleh suaminya dengan maksud untuk menakuti
monyet-monyet itu, sehari dua hari dengan mendengar letusan suara senapan angin
tersebut monyet pun merasa takut. “Tetapi karena memang dasarnya binatang yang
tak berakal hari berikutnya datang lagi”
ungkap Ibu Rohimi. Dan sampai saat ini ibu rohimi masih menggunakan senapan
angin untuk menakuti monyet-monyet di kebunnya, walaupun sekali tembak monyet
lari dan selang beberapa menit mereka kembali lagi.
“Sebenarnya
saya sudah sangat capek dengan semua ini tapi saya sangat menyayangkan dengan
melihat buah mangga yang sangat lebat, akhirnya saya berpikir harus bisa
menjaga buah mangga dari serbuan monyet sampai pada waktu panennya nanti”
katanya. Penghasilan yang didapatkan dari menjual buah mangga ini memang tidak
terlalu banyak. Jika mangga berbuah pada musim kemarau kadang beliau bisa
menjualnya sampai harga Rp 1.200.000-an, sedangkan kalau musim hujan seperti
sekarang ini jumlah penjualannya menurun, sekitar Rp. 400.000. atau sampai
Rp.500.000. hal ini disebabkan karena pada musim hujan buah mangga terserang
ulat sehingga pembelinya hanya mengambil yang bagus-bagus saja. Sistem
penjualannya langsung dijual kepada pemborong yang memetik langsung ke kebun.
Caranya pun tidak dijual perkilo atau pun per biji tetapi per jumlah pohon
mangga.
Dengan
sistem penjualan seperti itu sebenarnya beliau masih memperhitungkan
ruginya,karena jika dijual di dalam kampung akan lebih banyak hasilnya. Karena
penjualan di kampung masih dihitung perbiji. tetapi beliau lagi berkata “Daripada
saya capek-capek bawa pulang lebih baik saya terima uang bersih di kebun
walaupun sedikit merugi “ ungkapnya dengan senyum khasnya. ( Delfikha )
No comments:
Post a Comment